SANGHA AGUNG INDONESIA
Alamat Surat: Jl.Mangga II No. 8 Jakarta 11510 Telp. +6221-5640271, 5687921 Fax. +6221-5687923
Dewan Pimpinan
RENUNGAN WAISAK 2555/2011
SANGHA AGUNG INDONESIA
Namo Sanghyang Âdi Buddhaya
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammâ Sambuddhassa
Namo Sarve Bodhisattvâya Mahâsattvâya
Purnamasiddhi Waisak telah tiba, karena berisi kisah perjalanan kehidupan manusia unggul bernama Sidharta Gautama dengan pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu demi keberhasilan tujuan mulia, secara total terhadap kemanusiaan, alam, dan keharmonisan. Umat Buddha secara serentak mengenang dan merenungkan kembali makna spiritual dan semangat yang terkandung dalam tiga peristiwa agung: pertama kelahiran pangeran Siddhartha Gautama di Lumbini, sebagai seorang Bodhisattva yang turun ke dunia dari surga Tusita untuk menjadi Buddha. Kedua tercapainya penerangan sempurna petapa Gautama, berhasil merealisasikan Nirwana dan menjadi Samyaksambuddha di Bodhgaya, di bawah pohon Bodhi. Ketiga Parinirwana Buddha Gautama di Kusinara, di antara dua pohon Sala kembar.
Peristiwa agung yang terjadi pada bulan waisak merupakan sebuah rangkaian kehidupan yang penuh dengan totalitas dan karya besar bagi kemanusiaan, peradaban, dan alam semesta. Realisasi spiritualitas keterbangunan nurani Sidharta bukanlah suatu capaian yang berangkat dari ketakutan atau penolakan sepihak terhadap penderitaan pribadi ataupun yang bersifat kebetulan karena sudah dipilih dan ditakdirkan, melainkan berangkat dari observasi langsung terhadap realitas kehidupan diiringi kepedulian terhadap derita semua agregat kehidupan yang tidak kekal, kemudian diperjuangkan dengan sepenuh hati tanpa kenal lelah.
Memaknai Waisak adalah memaknai Buddha, sebuah kapasitas mental untuk bangkit, mengasihi, peduli dalam memahami dan menghadapi realitas kehidupan, agar menjadi tercerahkan. Kapasitas mental tersebut kita miliki sebagai manusia, baik dalam bentuk benih-benih kecil maupun sudah menjadi tunastunasmuda yang siap bangkit, tumbuh berkembang menjadi pohon-pohon pencerahan yang menyejukkan. Latihan yang dapat dilakukan untuk membangkitkannya adalah menyiraminya dengan eling, mengetahuinya sebagai sebuah realita bukan gagasan, bukan pendapat, bukan mitos, melainkan kenyataan yang dapat diraih secara terus-menerus tanpa dibatasi oleh waktu, ruang, dan keadaan.
Sakyamuni Buddha menegaskan bahwa kejernihan, bahkan ke-Buddha-an bukanlah monopoli miliknya, kejernihan akan datang bila dilatih dan dikondisikan. Salah satu metode yang efektif adalah dengan menghidupkan ”kesadaran” yang dalam terminologi Jawa disebut ”eling”. Karakteristik ”eling” adalah jernih, waspada, sadar, laksana cermin jernih, mampu melihat sesuatu sebagaimana adanya. Kapasitas untuk terus ”eling” terhadap sesuatu yang terjadi di dalam diri dan lingkungan akan menuntun manusia untuk berjumpa dengan segala sesuatu dalam kondisi yang paling alamiah dan murni. Eling yang terasah adalah gerbang pengetahuan, penembusan realitas, gerbang kepedulian terhadap sesama, pemusnah pandangan salah (diþþhâsava) dan kebodohan (avijjâsava). Dalam hal ini bisa disimpulkan bahwa eling adalah gerbang pembebasan. Kita melakukan meditasi kesadaran kerena kita mempunyai kekotoran batin. Jika kekotoran batin tidak ada, kita tidak mempunyai alasan untuk bermeditasi.
Tidak kekal adalah sifat segala sesuatu yang berkondisi, mereka bersifat muncul (uppâda) dan lenyap (vaya), setelah muncul mereka akan musnah kembali, dengan tercapainya hari Waisak pada hakikatnya merupakan hari kemanusiaan keseimbangan/pembebasan maka tercapailah kebahagiaan sejati. Semua makhluk akan mengalami kematian, mereka telah berkali-kali mengalami kematian, dan akan selalu demikian, saya pun akan mengalami kematian. Semua bentukan di tiga alam kehidupan adalah tidak kekal dalam makna bahwa bentukan ini menjadi tidak ada setelah muncul. Nibbâna itu sendiri, disebut penenangan atas bentukan-bentukan itu dan merupakan kebahagiaan. Bentukan-bentukan adalah tidak kekal, bersifat muncul dan lenyap, setelah muncul, mereka lenyap, ketenangannya sungguh membahagiakan. Melalui latihan eling kita akan “memahami sepenuhnya apa yang dapat diungkapkan” melalui tiga jenis pemahaman penuh: (1) pemahaman penuh atas apa yang diketahui (2) pemahaman penuh dengan pemeriksaan (3) pemahaman penuh sebagai pelepasan. Bagaikan para pelayan raja yang pertama-tama membersihkan jalan sebelum dilalui raja, demikian pula, pandangan benar vipassanâ (eling) membersihkan jalan dengan merenungkan kelompok-kelompok kehidupan, dan lain-lain, sebagai tidak kekal, dan seterusnya, kemudian pandangan benar tentang jalan pembebasan (magga-sammâdiþþhî) memunculkan pemahaman sepenuhnya akan lingkaran kehidupan.
Dalam ajaran tentang eling atau meditasi vipassanâ bhâvana, kebahagiaan atau pembebasan adalah hal yang sangat sederhana. Seseorang yang mampu untuk sekadar eling, menyadari segala sesuatu yang ada di dalam dan diluar diri dalam konteks ”kekinian” maka akan menyadari hakekat segala sesuatu yang tidak abadi. Hanya dengan eling, mengamati secara awas, bukan dengan menghakimi, memusuhi, menekan, maka pembebasan akan muncul dengan sendirinya. Pembebasan justru hadir manakala kita dapat berdamai dengan segala negativitas yang kita miliki maupun dengan berbagai kondisi yang ada. Melatih eling secara bersama akan menjadi sebuah kegiatan yang sangat efektif dan menyenangkan. Eling secara kolektif atau sosial ini sangat dianjurkan oleh guru Buddha sebagai sebuah bentuk perlindungan sosial (sangha) berupa komunitas orang-orang yang berkualitas secara spiritual. Tergerak oleh semangat pembebasan kolektif inilah, banyak bermunculan gerakan Buddhis dunia yang terus berupaya menyelamatkan bumi dan segala isinya melalui berbagai program kegiatan riil, hal ini merupakan manifestasi dari energi pembebasan eling dalam sebuah organisasi pergerakan.
Semoga Waisak ini lebih bermakna dalam kehidupan sehari-hari secara nyata agar proses pembebasan secara bertahap dari waktu ke waktu, dari kelahiran ke kelahiran dapat tercapai dalam pejalanan kehidupan kita. Selamat Hari Waisak ke 2555 BE tahun 2011, semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Sadhu-Sadhu-Sadhu.
Mettacittena,
SANGHA AGUNG INDONESIA
dto
Mahathera Nyanasuryanadi.
Ketua Umum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar